Tuesday, June 23, 2015

Edmodo : Media Sosial Pintar

Teknologi Komunikasi merupakan salah satu dari sekian banyak mata kuliah wajib di jurusan Ilmu Komunikasi Unsoed. Di semester ke-4 yang sedang saya tempuh ini, ada dua dosen pengampu untuk mata kuliah tersebut. yaitu bapak Tri Nugroho Adi, dan bapak Ali Rokhman. beliau mengajar mata kuliah Teknokom ini secara bergantian, sebelum UTS, dan pasca UTS. pak Ali Rokhman sendiri berkesempatan untuk mengajar pada paruh semester pasca UTS. 
Ada yang menarik dari model pembelajaran yang diterapkan oleh pak Ali ini. yaitu pemanfaatan jejaring sosial seperti Facebook dan Edmodo sebagai media pembelajaran interaktif di luar kelas. menarik memang, karena hal ini sangat berkaitan dengan pengaplikasian dari mata kuliah Teknokom ini. Sebagian besar mahasiswa, pasti sudah cukup familiar dengan media sosial Facebook. namun untuk Edmodo, saya sendiri benar-benar baru pertama kali mengenal media sosial tersebut. maka di tulisan ini saya mungkin akan lebih banyak membahas tentang penggunaan Edmodo untuk media pembelajaran Teknokom. 
berawal dari pembuatan akun di Edmodo. Saya baru tahu, ternyata untuk membuat akun Edmodo diperlukan kode yang akan menghubungkan langsung akun kita dengan grup kelas yang dibuat oleh admin, atau dalam hal ini guru. Maka dari itu, di awal perkuliahan pak Ali sudah memberitahukan untuk mencatat kode agar bisa tergabung dalam grup kelas, Teknokom A 2015. Kesan awal saya ketika melihat tampilan Edmodo, sekilas mirip dengan Facebook. dari warnanya yang didominasi oleh warna biru, dan juga tata letak layoutnya. namun uniknya disini, guru bisa memposting beragam kuis dan soal yang bisa dikerjakan oleh siswanya secara interaktif dan efektif. 
pak Ali melalui Edmodo ini juga sering memberikan serangkaian kuis yang harus kita isi. setiap kuis memiliki batas waktu pengerjaan dan durasi penyelesaian soal. kuis pertama berdurasi 12 menit. di kuis pertama ini, saya sedikit mengalami kendala. kebetulan sekali ketika saya sedang mengerjakan kuis, tiba-tiba koneksi internet saya terputus, dan seketika durasi 12 menit habis. padahal saya sudah selesai menjawab pertanyaan, tetapi belum sempat saya submit. 
dari pengalaman tersebut kemudian di kuis-kuis berikutnya saya jadi lebih berhati-hati dalam mengerjakan. tentunya sebelum mulai mengerjakan kuis, saya pastikan terlebih dahulu kalau koneksi internet sedang benar-benar lancar tanpa gangguan. tetapi secara keseluruhan, metode pembelajaran ini sangat menarik dan efektif. salah satu kelebihan pemanfaatan edmodo ini adalah, antar siswa tidak bisa saling melihat jawaban yang mereka isikan. sehingga kemungkinan untuk menjiplak jawaban teman hampir tidak ada. berkat mata kuliah ini pulalah saya jadi tahu kalau ada media sosial semenarik ini untuk media pembelajaran.

Saturday, April 11, 2015

Childern and New Media : Internet Menyebabkan Anak-anak Dewasa Sebelum Umurnya?


 
Pembicaraan mengenai media baru, teknologi, dan internet memang tidak akan pernah ada habisnya. Seperti pada chapter ini yang bertemakan Childern and New Media. Penggunaan media baru seperti internet, memang sudah seperti kebutuhan pokok masyarakat zaman sekarang. Hampir tidak ada orang yang bisa hidup tanpa internet. Khususnya di kota-kota besar yang penduduknya bergaya hidup modern. Internet sudah seperti nafas kedua bagi mereka. Yang menjadi persoalan adalah, tidak hanya orang-orang dewasa saja yang kecanduan internet. Namun penggunaan internet kini juga sudah merambah ke anak-anak bahkan yang masih sangat di bawah umur sekalipun. Pembahasan inilah yang menjadi perdebatan dalam chapter kali ini.

Positif dan negait penggunaan internet dan media baru di kalangan anak-anak memang masih menjadi perdebatan bagi banyak ahli. Namun apabila saya lihat dari pengalaman keseharian, dampak penggunaan internet di kalangan anak kecil memang sudah sangat terlihat. Adik sepupu saya yang belum masuk TK saja sudah lincah mengoperasikan tablet dan bermain banyak games sejenis Angry Bird dan kawan-kawannya. Saya juga yakin di luar sana masih banyak lagi anak kecil yang sudah mengalami penggunaan teknologi dini seperti adik sepupu saya. Memang, bagi sebagian orang hal ini dianggap sebagai hal yang hebat. Sehingga tidak jarang ada orang-orang yang berkomentar, “wah, pintar ya kecil-kecil sudah bisa main tablet”. Tapi apakah hal ini sudah sesuai? bagaimana dampak penggunaan teknologi terlalu dini ini bagi karakteristik anak kedepannya?

Tapscott (1977) mengatakan bahwa internet mampu menciptakan “generasi elektronik” yang lebih demokratis, lebih imajinatif, lebih bertanggung jawab secara social, dan lebih mampu memahami, dibandingkan dengan generasi media sebelumnya. Kemudian Jon Katz (1996) juga memberikan pendapat positif terhadap penggunaan internet pada anak-anak yaitu dengan mengatakan bahwa computer justru memberikan kuasa pada anak-anak untuk berkomunikasi satu sama lain, untuk mnegekspresikan diri mereka, dan untuk berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat yang sebelumnya mungkin tidak dapat mereka lakukan dalam kehidupan masyarakat.

Tetapi disisi lain, saya melihat justru internet memberikan kecenderungan anak-anak untuk bersikap lebih ‘dewasa’ dibandingkan dengan umur mereka. Contohnya pada kasus anak SD yang belakangan sedang banyak menjadi pembicaraan di internet. Yaitu tentang sepasang kekasih yang masih sama-sama duduk di bangku sekolah dasar, dan suatu ketika mereka bertengkar. Kemudian si perempuan membuat status di Facebook berbunyi, “kamu bisa nggak sih berfikir dewasa sedikit?”. Bayangkan, kata-kata tersebut keluar dari pikiran seorang gadis kecil yang masih duduk di bangku sekolah dasar, yang seharusnya dia sedang menikmati masa kanak-kanaknya, bermain, tertawa, belajar mengenai hal baru di sekolah, dan bukannya membahas urusan percintaan yang sama sekali belum menjadi tempatnya. Hal ini sungguh sangat mengenaskan. Saya pikir, inilah salah satu dampak buruk yang dapat terlihat nyata dari penggunaan internet terlalu dini.

Lain lagi ceritanya dengan fenomena foto selfie yang juga sedang mewabah di social media belakangan. Baik Instagram, Facebook, Twitter, dan berbagai jejaring social lainnya dipenuhi oleh foto-foto dengan berbagai pose yang sebagian besar dilakukan oleh kaum hawa. Gaya-gaya foto selfie mereka juga ada tren-nya tersendiri. Misalnya tren foto ‘duck face’ dengan gaya memonyongkan bibir, tren foto mulut ikan dengan mulut dikerucutkan seperti mulut ikan, dan masih banyak lagi ‘keanehan’ foto lainnya. Celakanya ternyata hal ini juga diikuti oleh anak-anak yang masih di bawah umur, baik TK, SD, bahkan yang masih belum sekolah. Anak-anak seumur itu saya pikir maish berada pada masa-masa dimana mereka sellau menirukan apa yang dilihat dan apa yang dilakukan orang dewasa. Yang ada dalam pikiran mereka adalah, apabila orang dewasa melakukan hal tersebut, maka berarti hal itu benar.

Adik perempuan teman saya yang masih belum sekolah, sudah pintar selfie sendiri dengan berbagai pose. Mulai dari tersenyum, tertawa, monyong, cemberut, dan berbagai gaya yang bahkan mungkin tidak terpikir oleh orang dewasa pada umumnya. Kemudian foto-foto tersebut ia upload di akun social media yang juga sudah ia punyai sendiri. Namun teman saya itu justru memamerkannya dengan bangga kepada saya dan teman-temannya yang lain bahwa, “ini lho adik saya kecil-kecil sudah pintar gaya.”. tapi jika saya pikir, apakah itu sudah pantas?

Memang jika dilihat dari sisi positifnya, penggunaan internet diperlukan sebagai media pembelajaran bagi anak-anak. Ada banyak sekali aplikasi-aplikasi belajar, ilmu pengetahuan yang bisa tinggal di search di Google, permainan yang tidak sekedar hanya mengajak anak untuk bermain namun juga sekaligus bisa menjadi media pembelajaran. Seperti yang disebutkan oleh Seymor Papert (1933) bahwa computer membawa bentuk media baru untuk pembelajaran yang melebihi dari media-media sebelumnya seperti media cetak dan televisi. Namun, mengenalkan media baru seperti internet sejak terlalu dini menurut saya masih belum tepat. Anak-anak masih belum mengenal betul tentang mana hal yang baik dan mana yang buruk. Tentang apa yang benar, dan mana yang salah. Yang mereka lakukan adalah mengikuti dan mencontoh perilaku orang dewasa yang mereka lihat.

Pengenalan internet dan media baru bisa saja dilakukan mulai mereka memasuki usia sekolah. Itupun orang tua harus ikut terlibat dan berperan penting dalam setiap penggunaannya. Bimbinglah anak-anak mengenal internet hanya benar-benar untuk media belajar. Misalnya untuk bermain aplikasi permainan yang mengandung unsur edukatif seperti menyusun puzzle, belajar membaca, mengenal huruf dan berhitung bisa menjadi pilihan yang tepat untuk mengajak anak mengenal teknologi. Membiarkan anak bebas mengakses internet sendiri, dan membelikannya smartphone pribadi saya rasa masih belumlah tepat. Apalagi membiarkan mereka memiliki akun social media sendiri yang seharusnya bukan ranah bermainnya. Hal ini dapat memicu karakteristik anak yang jadi dewasa sebelum umurnya, dan bahkan bisa mengancam timbulnya resiko yang lebih berat dari itu.
Referensi :

Lievrouw, Leah A. & Sonia Livingstone. 2006. Handbook of New Media : Social Shaping dan Social
       Consequences of ITCs, Sage Publication Ltd. London. Chapter 3 : Childern and New Media
 

 

Friday, April 3, 2015

Perspektif Pesimis Penggunaan Internet


Berbicara mengenai tiga isu besar yang menjadi pokok bahasan yaitu akses, keterlibatan komunitas dan interaksi social serta pembentukan ekspresi, ketiganya selalu dikaitkan dengan dua perspektif besar yaitu perspektif optimis dan perspektif pesimis. Perspektif pesimis lebih memandang pada kekhawatiran efek penggunaan internet dan teknologi, sedangkan perspektif optimis lebih memandang penggunaan internet dan teknologi sebagai hal yang positif. Jika dilihat dari kedua perspektif tersebut dan diterapkan pada konteks Indonesia saat ini, sepertinya lebih mengarah pada perspektif pesimis.
Misalnya saja seperti isu mengenai akses yang dipandang melalui perspektif pesimis dan optimis. Persepektif pesimis lebih memandang kekhawatiran mengenai akses internet yang tidak bisa dilakukan secara merata sehingga kemudian berdampak pada manfaat yang diterima juga tidak merata. Hal ini bisa dilihat jika di Indonesia, ketidakmerataan tersebut lebih dikarenakan alasan aksesibilitas. Seperti yang kita tahu bahwa Indonesia merupakan Negara dengan kondisi geografis yang tidak merata. Dataran rendah yang tersebar luas di pulau Jawa, hutan rimba yang tersebar di Sumatera dan Kalimantan, sampai relief yang terjal ditemukan di daerah Papua. Untuk itu tidak heran apabila tidak semua orang bisa mengases internet dengan mudah di Indonesia. Jangankan di daerah terpencil seperti Kalimantan dan Papua, bahkan di Jawa sendiri masih banyak titik-titik lokasi yang tidak memungkinkan terjangkaunya akses internet. Orang-orang harus pergi ke kota yang memiliki jaringan penuh untuk dapat mengakses internet dengan lancar.
Sebenarnya tidak hanya pada alasan aksesibilitas saja, dari karakteristik masyarakatnya juga banyak mempengaruhi. Indonesia sendiri tergolong dalam jenis masyarakat plural atau majemuk, dimana kita bisa menemukan keberagaman suku bangsa dengan karakteristik yang berlainan. Sampai sekarang pun masih dapat kita jumpai suku-suku tertentu khususnya di daerah terpencil yang lebih memilih untuk memegang erat nilai-nilai adat setempat dan cenderung menutup diri dari masuknya perkembangan teknologi dari luar. Sebut saja seperti di suku Baduy dalam, dan kampong Naga di Tasikmalaya. Mereka bahkan memilih untuk tidak menggunakan listrik, apalagi internet. Alasan-alasan inilah yang membuat mereka cenderung tidak memiliki kesempatan untuk dapat berpartisipasi dengan kegiatan yang mengharuskan adanya pemanfaatan internet.
Kemudian jika diambil dari contoh luar dapat disebutkan seperti pada penelitian yang sudah banyak dilakukan dan menunjukan bahwa masyarakat minoritas misalnya orang Afrika, Amerika dan Hispanik non putih (kulit hitam) memiliki kemungkinan yang kecil untuk memiliki komputer sendiri di rumah, oleh karena itu mereka tidak memiliki kesempatan untuk berpartisipasi dalam kegiatan yang membutuhkan internet (Neu et al, 1999). Dilihat dari hal-hal tersebut maka tidak dapat dipungkiri bahwa perspektif pesimis memiliki pandangan yang benar terhadap kekhawatiran akses internet yang tidak merata.
Selanjutnya mengenai pengaruh internet pada masyarakat dalam partisipasi politik yang dilihat dari perspektif pesimis. Memang kehadiran internet sangatlah membantu masyarakat bisa lebih memperoleh informasi yang luas mengenai pemilu, partai politik, dan segala aspek yang terkait di dalamnya. Namun apakah hal tersebut dapat mempengaruhi tingkat partisipasi mereka? Fallows (2000) berargumen bahwa dampak dari internet terhadap politik belum terlihat. Kita ambil saja contoh nyatanya di Indonesia pada pemilihan presiden tahun 2014 lalu. Hampir semua website, bahkan jejaring social, serta situs-situs internet lainnya ramai membicarakan mengenai kedua kandidat presiden yang akan memimpin Indonesia selanjutnya. Melalui adanya internet ini memang menjadikan semua orang bebas berpendapat dan mengeluarkan opini mereka, berkomentar, serta membuat postingan-postingan pemikiran mereka mengenai mana calon kandidat terkuat menurut versi mereka maisng-masing. Namun apakah hanya dengan berkomentar dan mengeluarkan opini saja cukup untuk dikatakan sebagai bentuk partisipasi yang aktif? Tentu saja tidak.
Shapiro dan Leone (1999) menganggap bahwa kebebasan berbicara akan terkena dampak buruk dengan berkembangnya internet, karena masalah akses dan 'ekspose' atau keterbukaan. Pertama, orang-orang akan kesulitan dalam menemukan khalayak untuk dijangkau karena banyak orang yang tidak mau untuk mendengarkan. Van Dijk (1999) percaya bahwa akan ada banyak informasi di internet yang akan sulit dibuktikan kebenarannya yang nantinya akan mengarah pada kesalahan dalam pengambilan keputusan. Orang-orang kebanyakan tidak akan merespon opini yang ada atau bahkan mereka hanya akan memilih dan menerima informasi yang menarik bagi mereka. Kedua, tidak setiap orang punya sumberdaya untuk menyampaikan suara mereka, seperti tidak adanya keterampilan untuk menggunakan teknologi itu sendiri, yang sama saja membatasi kebebasan berbicara/bersuara mereka.
Selain itu kemunculan internet sebagai New Media juga memberikan kendala dalam penggunaannya. Seperti yang disebutkan oleh Van Dijk (1999) bahwa ada empat kendala yang mempengaruhi penggunaan New Media atau media baru. Antara lain :
1.      Orang/pengguna. Biasanya terjadi pada orang-orang tua atau orang lanjut usia yang mengalami kesulitan dalam mengikuti perkembangan teknologi. Atau juga orang-orang yang memiliki pengalalaman pertama yang buruk tentang teknologi tersebut.
2.      Kesulitan atau tidak adanya akses untuk komputer dan jaringan.
3.      Kurangnya keramahan pengguna dan gaya penggunaan menarik
4.      Kurangnya kesempatan penggunaan yang signifikan.
Hal-hal tersebut dapat memunculkan adanya kesenjangan teknologi di dalam masyarakat khususnya di Indonesia yang terdiri dari masyarakat yang terbagi dalam banyak kalangan dan kelas social seperti gender, rasa tau suku, tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, kecakapan teknis, dan faktur usia. Kebanyakan orang yang sudah berusia lanjut merasa bahwa teknologi bukanlah lagi bagian dari dunianya. Sehingga ketika mereka diperkenalkan dengan teknologi, mereka cenderung menghindar, dan ketika mereka akhirnya terpaksa harus dihadapkan pada situasi yang mengharuskan dirinya menggunakan teknologi, disitulah mereka mendaptkan masalah. Mereka akan mengalami pengalaman buruk saat pertama kali berinteraksi dengan teknologi.
Contoh kasus ini terjadi pada orang tua saya sendiri. Yaitu pada ibu saya. Beliau memang belum berada pada usia yang terlalu tua. Masih berkisar pada usia ke 40-an. Namun beliau sudah cenderung memlih menghindar dari adanya teknologi. Ibu saya menggunakan telepon seluler, namun masih dalam tipe yang sederhana. Yang penting bisa menelepon dan sms, katanya. Terkadang ibu saya dihadapkan pada situasi dimana ia harus membuka internet, menjalankan laptop, atau berkomunikasi lewat aplikais chatting seperti BBM. Beliau sebenarnya beberapa kali ingin mencoba untuk belajar menggunakan teknologi-teknologi tersebut. Namun sayangnya, setiap kali ibu saya mencoba mulai menjalankan laptop, atau membuka internet, selalu saja belau melakukan kesalahan yang kemudian membuatnya menjadi error. Dari ‘pengalaman buruk’ itulah kemudian ibu saya memilih untuk tidak lagi mencobanya. Beliau beranggapan bahwa semua leptop, internet, dan aplikasi nantinya akan berujung rusak apabila ia gunakan.


Referensi :
Lievrouw, Leah A. & Sonia Livingstone. 2006, Handbook of New Media : Social Shaping and Social Consequences of ITCs, Sage Publication Ltd. London. Chapter 4 : Perspective on Internet Use: Access, Involvement an Interaction

Friday, March 27, 2015

Essay New Media and Community


Teknologi media selalu dan akan terus berkembang dari waktu ke waktu. Seperti halnya sekarang ini dimana kemunculan internet telah menciptakan sebuah bentuk  baru dari media yang awalnya konvensional berubah menjadi media baru atau “new media”. McQuail (2005 : 138) telah menyebutkan karakteristik dari media baru atau “new media” ini antara lain : digitalisasi di segala aspek ; konvergensi dari media yang berbeda ; divergensi internet dari komunikasi massa ; adaptasi dari peran publikasi ; adaptasi dari peran publikasi ; peran audience yang lebih luas ; fragmentasi dan pengaburan institusi media ; dan berkurangnya kontrol sosial.
Setiap perkembangan dan perubahan teknologi media juga diikuti dengan perubahan karakteristik masyarakatnya yang menjadi konsumen media tersebut. Contohnya pada kemunculan internet yang dimulai sejak era internet pada gelombang ketiga dari tahapan perkembangan kajian media dan community. Era internet ini berkembang sejak tahun 2000an yang salah satunya diindikasikan dari pembentukan Asosiasi Internet Peneliti dan penyelenggaraan konferensi internasional pertama pada September 2000. Sejak saat itu pula internet semakin merambah ke berbagai kalangan masyarakat mulai dari remaja, orang dewasa, bahkan anak kecil dan lansia tidak mau kalah mengikuti perkembangan teknologi. Karakter masyarakat akbiat munculnya internet ini juga sudah terlihat nyata perubahannya. Masyarakat cenderung lebih menyukai segala sesuatunya yang instan, praktis, cepat, mudah, bebas dan cenderung konsumtif. Adanya ketergantungan terhadap media internet juga tidak dapat dipungkiri. Bahkan masyarakat sekarang lebih tidak bisa hidup tanpa koneksi internet.
Instan dan praktis disini dapat dilihat dari cara masyarakat saling berkomunikasi dengan memanfaatkan jejaring sosial, aplikasi chatting, email dan fitur-fitur sejenisnya. Aplikasi dan fitur tersebut memungkinkan kita untuk berkomunikasi dengan orang di seluruh penjuru dunia hanya melalui sebuah benda kecil bernama smartphone. Hebatnya smartphone ini bisa kita bawa kemana saja dan dapat digunakan kapan saja. Sehingga kita tidak perlu lagi repot pergi ke kantor pos, menulis surat, mengirim telegram, menunggu balasan sampai berminggu-minggu untuk sekedar menanyakan kabar. Masyarakat sekarang lebih dimanjakan dengan kepraktisan yang ditawarkan dari kecanggihan teknologi dan media. Lalu dari segi kecepatan, tentunya media-media yang kita temui sekarang ini belum ada yang bisa menyaingi kecepatan aplikasi chatting atau email untuk mengirim pesan, dan menerima pesan. Hanya dalam hitungan detik saja kita bisa mengetahui kondisi dunia saat ini seolah membuat jarak menjadi tidak lagi berarti. Begitu pula dari segi akses informasi. Apapun jenis informasi yang ingin kita ketahui dapat diakses secara bebas melalui search engine yang juga terhubung dengan jaringan internet.
Dari hal-hal itulah kemudian kita menjumpai fenomena yang disebut dengan virtual community. Virtual community ini diartikan sebagai sekelompok orang yang saling berkomunikasi lewat dunia maya atas dasar kepentingan dan tujuan yang sama. Sedangkan lawannya adalah organic community yaitu dimana individu-individu melakukan komunikasi dengan cara bertatap muka secara langsung. Istilah virtual community ini dicetuskan pertama kali oleh Rheingold dalam bukunya The Virtual Community Homestanding on the Electronic Frontier pada tahun 2000. Orang-orang dalam komunitas virtual ini dapat melakukan hampir segala hal yang biasa orang lain lakukan di dalam dunia nyata, perbedaanya mereka melakukan semua itu tanpa dapat bertemu secara langsung. Mulai dari berdiskusi, bermain game online, berteman baru, saling memberikan dukungan, bergossip, melakukan debat, sharing informasi, sampai berdagang dan bekerja di dunia maya. Pembahasan mengenai berdagang dan bekerja di dunia maya inilah yang menarik. Bila dikaitkan dengan pembahasan sebelumnya mengenai karakteristik masyarakat era internet yang cenderung lebih ‘manja’ karena memperoleh kepraktisan, instan, cepat, dan segala kemudahan dari perkembangan teknologi media, disini  akan ditunjukan bahwa masyarakat era internet juga bisa kreatif dengan memanfaatkan perkembangan teknologi media tersebut bahkan sampai bisa menghasilkan uang darinya.
Berdagang di dunia maya bisa dicontohkan lewat pedagang yang membuka lapak mereka secara online atau yang biasa kita kenal dengan online shop. Mungkin hampir tidak ada yang merasa asing dengan online shop ini. Lalu bagaimana dengan bekerja di dunia maya? Freelance writer lah contohnya. Freelance writer ini merupakan jenis pekerjaan yang bisa dikategorikan sebagai virtual community, dimana tiap-tiap pekerjanya tidak bertemu secara langsung melainkan hanya memanfaatkan media internet untuk saling menyelesaikan tugas dan pekerjaannya. Penulis artikel untuk blog misalnya. Pemilik blog dan situs-situs di internet dapat memperoleh keuntungan dari setiap pengunjung yang masuk jika situs atau blog mereka memiliki sponsor. Agar situs dan blog mereka ramai dikunjungi orang, tetunya konten yang terdapat di dalamnya harus terus menerus di up date secara berkala. Ada trik-trik tertentu pula seperti seo, dan lain sebagainya yang membuat blog dan situs mereka nantinya bisa muncul di halaman pertama search engine google. Para penulis lepas atau freelance writer memanfaatkan kesempatan ini untuk memperoleh keuntungan. Mereka digaji untuk membuat artikel yang nantinya akan diposting setiap harinya di blog atau situs-situs tersebut.
Saya sendiri sudah bekerja menjadi freelance writer ini sejak delapan bulan yang lalu. Disinilah saya merasakan manfaat kemunculan virtual community dan dampak positif dari adanya new media pada era internet sekarang ini. Selain mendapat keuntungan berupa gaji, yang saya rasakan lainnya adalah dengan bergabung dengan komunitas virtual penulis lepas ini tingkat kreatifitas yang saya miliki menjadi lebih terpacu dan mendapat banyak pelajaran tentang kepenulisan, karena pekerjaan ini menuntut setiap pekerjanya menulis sedikitnya 1500 kata setiap hari. Jadi jika selama ini internet dan perkembangan media banyak dipandang memberikan dampak negatif terhadap remaja dan kawula muda, seperti karakteristik masyarakat yang telah disebutkan sebelumnya, hal ini tidak sepenuhnya benar. Melalui freelance writer ini dan banyak contoh lainnya akan membuktikan bahwa kemunculan media baru memberikan banyak dampak positif yang tidak hanya sekedar kecepatan berkomunikasi dan akses infromasi, kemudahan, kepraktisan dan yang nantinya dikaitkan dengan karakteristik masyarakat yang ‘manja’. Namun justru pemanfaatan yang baik akan membuat masyarakat menjadi lebih kreatif dan berkembang.

Saturday, March 29, 2014

kamu tau kaos kaki?



Benda yang satu ini memang termasuk dalam benda mode namun keberadaannya acapkali terlupakan karena memang pemakaiannya selalu dibawah dan letaknya tertutup. Sebagian orang malah seringkali menyepelekannya sampai terlihat usang, berlubang, bahkan sampai banyak yang mengecapnya sebagai benda yang jorok, kotor, dan bau. Hiiiyy. Kita pasti sudah sangat akrab dengan benda ini, yup kaos kaki atau yang dalam bahasa inggris disebut sock.
Dilihat dari fungsinya, benda ini sangatlah sederhana. Namun, taukah kalian bahwa benda yang disebut kaos kaki ini sedang naik daun menjadi ikon mode yang mencuri perhatian? Yah mungkin karena tren mode saat ini masih mengadopsi gaya late 20’s dan 60’s sehingga kaos kaki ini tidak lagi dipandang sebelah mata. Bahkan beberapa rumah mode internasional trnama secara khusus melansir produk kaos kaki limited edition dengan model dan motif yang begitu unik loh! Sebenarnya bagaimana sih asal-usul kaos kaki diciptakan? Lalu apa saja fungsi, jenis, dan serba-serbi mengenai benda yang identik dengan jorok dan bau ini?
Kaos Kaki?
Dimulai dari definisnya, Kaos kaki adalah garmen yang dirajut untuk menutupi kaki manusia. Kaus kaki dirancang untuk beberapa kegunaan seperti mengurangi gesekan antara kaki dan alas kaki, membuat kaki kita tetap hangat, menyerap keringat, dan banyak lainnya. Kaus kaki biasanya dibuat dari bahan katun, wol, atau polipropilen, dan terkadang dari nilon. Warnanya beragam, walaupun umumnya berwarna gelap untuk pakaian resmi dan putih untuk olahraga atau acara santai. Kaos kaki berwarna dapat pula menjadi bagian dari seragam tim olahraga dan berguna untuk membedakan antara dua tim yang berbeda.
Sejarah Singkatnya
Sejak jaman batu pada abad ke-8 sebelum masehi, bangsa yunani telah menggunakan bulu/rambut binatang untuk menghangatkan kaki mereka yang sekarang disebut sebagai kaos kaki loh. Setelah itu, bangsa Romawi juga menggunakan kaos kaki yang dibuat dari campuran kulit dan bulu binatang. Sejak saat itu penggunaan kaos kaki di Eropa semakin populer, tapi karena sulitnya pembuatan kaos kaki, kaos kaki hanya digunakan oleh kalangan tertentu. Penggunaan kaos kaki merupakan lambang kesucian (purity) pada saat itu. Bahkan pada abad ke-10 hanya orang kaya dan bangsawan yang menggunakan kaos kaki.
Pada tahun 1589, William Lee menciptakan mesin pembuat kaos kaki pertama di dunia. Ia menciptakan mesin ini karena melihat istrinya terlalu banyak menghabiskan waktu dalam membuat kaos kaki.
Abad 17 bahan pembuatan kaos kaki tidak hanya terbuat dari wool dan beludru, tetapi sudah telah banyak menggunakan bahan katun. Di Amerika, kaos kaki dibuat dengan menggunakan bahan wool dan sutera yang biasanya hanya digunakan oleh kaum bangsawan. Sedangkan orang-orang yang kurang mampu, menggunakan kaos kaki berbahan wool yang kecokelatan
Pada akhir abad ke 19, Queen Victoria, Istri dari mendiang suaminya Albert, yang meninggal pada tahun 1861 bersikeras bahwa kaos kaki yang dikenakan kaum laki-laki haruslah berwarna gelap demi memperingati hari meninggal suaminya. Pada saat itu kaos kaki berwarna hitam menjadi ciri khas warna kaos kaki untuk laki – laki.
Setelah itu kaos kaki diperkenalkan untuk wanita pada tahun 1920, kaos kaki ini berukuran pendek sebatas pergelangan kaki, Dipakai oleh Fearnley- whittingstall pada pertandingan tennis pada tahun 1931. Pada perkembangannya kaos kaki tidak hanya dipakai oleh wanita tetapi juga oleh anak anak.
Pada tahun 1930, muncullah mesin baru untuk pembuatan Kaos Kaki secara massa. Julian Hill menemukan Polymer 6.6 yang merupakan jenis bahan yang digunakan untuk membuat kaos kaki dengan tampilan yang menyerupai sutera. 2 tahun sesudahnya di tahun 1937, Du Pont mematenkan temuan tersebut, padahal perusahaan ini masih dibawah naungan oleh Wallace Carothers, tentu saja Wallace murka akibat perbuatan Du Pont dan pada akhirnya menutup perusahaan ini.
Pada tahun 1939 serat sintetis mulai diperkenalkan pada dunia di pameran World’s Fair di New York, mengambil inisial NY yang berasal dari nama “New York” lalu dikenal dengan nama Nylon. Nylon merupakan suatu keluarga polimer sintetik yang diciptakan pada 1935 oleh Wallace Carothers di DuPont. Produk pertama adalah sikat gigi ber-bulu nilon (1938) dan mulai digunakan pada stoking wanita dan digunakan juga untuk pembuatan kaos kaki. Sejak saat itu kaos kaki yang terbuat dari bahan nylon mulai banyak diproduksi oleh beberapa pabrik kaos kaki hingga 15 Mei 1940 dan sudah ada lebih dari 72.000 pasang kaos kaki yang terjual laris pada hari pertama peluncurannya.
Jenis-Jenis Kaos Kaki
            Seiring perkembangan zaman, macam kaos kaki semakin meningkat. Kaos kaki dibuat tidak hanya sekedar sebagai penghangat kaki saja, melainkan telah dimodifikasi sedemikian rupa secara lebih menarik. Jenisnya mulai dari segi panjang, ketebalan, warna, bahkan fungsinya. Apa saja sih kaos kaki-kaos kaki itu?
Ankle Sock
Ankle sock adalah kaos kaki sebatas mata kaki, menggunakan manset elastis pada bagian atas kaos kaki. Ankle sock diperkenalkan pada wanita pada tahun 1920. Pada awalnya dipakai oleh atlit tennis yang bernama Fearnley-whittingstall pada tahun 1931. Pada masa itu ankle sock digunakan juga oleh anak – anak, pria masih jarang mengunakannya.
Bobby Sock
Bobby sock muncul sekitar 1927. Bobby sock juga biasanya dihiasi dengan lapisan renda atau bahan lainnya. Bagian atas kaos kaki didesain agar dapat melipat ke bawah untuk menampilkan bahan dekoratif. Secara tradisional, bobby sock berwarna putih polos, tetapi seiring perkembangan jaman warna kaos kaki ini tidak hanya berwana putih.
Argyle Sock
Pola Argyle berasal dari Tartan Clan Campbell, dari Argyll di Skotlandia barat. Pola pada arglyle sock biasanya berbentuk diamond dan belah ketupat, pada awalnya pola ini dikembangkan pada tahun 1920 untuk pakaian golf dan untuk kaos kaki golf, selanjutnya berkembang pada dunia fashion . Pembuatan argyle sock biasanya menggunakan teknik tenun dan rajut.
Athletic Sock
Athletic sock adalah kaos kaki yang dipakai untuk olahraga. Biasanya terbuat dari bahan spandek + nilon. Athletic sock biasanya digunakan pada olahraga sepak bola, basket, volly dan olahraga lainnya.
  • Kaos kaki untuk sepak bola: Kaos kaki ini biasanya berukuran panjang sampai lutut bahkan melebihi lutut dan mempunyai lipatan pada bagian lutut yang berfungsi untuk melindungi kaki apabila terjadi kecelakaan saat bermain sepak bola. Biasanya terbuat dari bahan spandek dan nilon yang bertekstur lembut.
  • Kaos kaki untuk volly: Kaos kaki pada olahraga volly biasanya lebih pendek dari olahraga sepak bola, karena diperlukan pergerakan yang lebih leluasa untuk melompat, meskipun lebih pendek tetapi atlet bola volly biasanya menggunakan untuk melindungi kaki mereka tetapi kain yang digunakan relatif sama.
Ternyata kaos kaki juga memiliki beragam jenis bukan? Terlebih sekarang ini keberadaan kaos kaki menjadi trend mode tersendiri. Bukan hanya untuk seragam sekolah, untuk pakaian resmi kantor, tetapi sebagai pemercantik penampilan juga loh. Sebut saja seperti gaya yang sedang digandrungi remaja sekarang, rok mini dipadu dengan kaos kaki yang panjangnya sampai ke lutut. Atau kaos kaki yang dibuat longgar. Gaya ini terinspirasi dari gaya siswi ala jepang.
Menggunakan Kaos Kaki Saat Tidur?

Apa kalian mempunyai kebiasaan mengenakan kaos kaki saat tidur? Jika iya, ternyata menggunakan kaos kaki saat tidur bisa memberikan banyak manfaat loh, mau tahu apa saja itu?
Memakai kaos kaki saat tidur dapat mencegah retakan kaki
Ini manfaat jika kita mengenakan kaos kaki saat tidur. Kaos kaki dapat mencegah retak pada kaki dan menjaga kaki tetap lembut dan dilindungi. Banyak diantara kita yang mungkin mengalami kaki retak-retak pada pagi hari.
Kaos kaki menjaga kaki kita hangat
Banyak pria dan wanita dari segala usia menyebutkan bahwa kaki dingin adalah hal yang paling tidak nyaman saat mereka tidur. Jika kita tidak menyukai kaki dingin saat tidur, kita harus mulai mengenakan kaos kaki saat tidur karena kaos kaki akan menjaga kaki kita hangat. Ini juga membantu kita mencegah penyakit yang disebabkan oleh cuaca dingin seperti flu.
Kaos kaki membantu untuk menghilangkan kaki berkeringat
Kondisi keringat berlebih di daerah tertentu dari tubuh, terutama kaki dikenal sebagai hiperhidrosis. Jika kita menderita keringat berlebihan pada kaki, mengenakan kaos kaki saat kita tidur akan bermanfaat karena kaos kaki akan menyerap keringat. Kita mungkin juga bisa menggunakan kaos kaki untuk menjaga diri dari bau kaki.
Tips Singkat Merawat Kaos Kaki Agar Awet
Baru beli beberapa hari kaos kaki kamu sudah berlubang atau terlihat serat-seratnya brudul, kainnya molor. Hal itu mungkin sering terjadi pada kita-kita semua, hayo bener nggak ? Tentu hal ini membuat kita jengkel. Nah di akhir artikel ini kita akan bahas mengenai cara merawat kaos kaki agar tetap awet.
.1. Cucilah kaos kaki kamu menggunakan air dingin. Walaupun mencuci dengan air panas dapat mempercepat larutnya kotoran dari kaos kaki, namun mempunyai efek samping yaitu kaos kaki cepat molor
2. Gunakan sabun cuci yang lembut, dan hindari dari penggunaan pemutih yang berlebihan, karena itu akan menyebabkan kaos kaki cepat sobek.
3. Hindari penggunaan sikat pada kaos kaki, karena akan cepat membikin kaos kaki berlubang dan cepat molor. Jika kotoran agak susah hilang lebih baik rendam kaos kaki lebih lama dan jika terpaksa menggunakan sikat, pilihlah sikat dengan bahan yang lembut.
4. Kaos kaki terutama bahan nylon dan spandeks sangat sensitif terhadap panas, oleh karena itu lebih baik kaos kaki tidak perlu diseterika. Karena design pemilihan jenis kain kaos kaki memang tidak mudah lusuh.

5. Pada saat menjemur kaos kaki, lebih baik diangin-anginkan saja, dan hindari kontak langsung dengan matahari. Jika dibutuhkan sinar ultra violet matahari untuk membunuh kuman, maka jemur dibawah sinar matahari dalam keadaan hampir kering dan waktunya juga tidak terlalu lama dibawah terik matahari.
6. Pada saat penyimpanan kaos kaki, diusahakan kaos kaki dilipat saja dan tidak di gulung. Demikian juga pada saat melepas dan memakai kaos kaki, khusunya pada waktu berwudhu, lebih baik juga tidak di gulung.
7. Pada saat mengeringkan kaos kaki, hindari pemerasan dengan kuat yang akan menyebabkan kaos kaki molor. Kaos kaki cukup di putar-putar saja untuk mengeluarkan air.